Bagaimana Matematika Bertahan Selama Pandemi
Matematika ialah salah satu ilmu yang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia, karena melalui matematika ini siswa dilatih agar mampu berpikir dengan sistematis, logis, kritis, dan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan nyata. Menurut Lamote (2017) bahwa matematika merupakan ilmu universal dan menjadi dasar berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi modern, dan memajukan pemikiran serta analisa manusia.[1]
Waktu dua tahun selama pandemi bukanlah waktu yang singkat untuk menguasai keseluruhan materi matematika yang diajarkan di sekolah. Dalam hal ini yang dimaksud 'menguasai' ialah bahwa kita sedang membicarakan matematika secara umum di semua jenjang pendidikan. Dimana penguasaan tersebut tergantung dari siswa yang menerima pelajarannya. Mungkin ada siswa yang sudah dapat menerima kemudahan mempelajari matematika hanya dengan menonton tutorial matematika, ada juga siswa yang paham dengan cara belajar tekun dari buku-buku paket atau LKS dan banyak latihan soal, ada juga yang paham hanya dengan dijelaskan oleh gurunya, dan ada yang diterangkan oleh guru sekali saja langsung bisa ada juga yang harus berulang-ulang mencoba. Saking pentingnya matematika ini sehingga membuat sebagian orang tua atau wali siswa yang mengejar serta menuntut putera-puterinya bisa bermatematika. Bahkan tak jarang anaknya diikutsertakan beberapa kegiatan yang mendukung materi belajar matematikanya sampai mencarikan guru les privat matematika khusus bagi putera-puterinya. Hal ini selaras dengan pernyataan Afgani (2011), bahwa kebermaknaan dalam belajar matematika akan muncul manakala aktivitas yang dikembangkan dalam belajar matematika memuat standar proses pembelajaran matematika, yakni pemahaman, penalaran, komunikasi, koneksi, pemecahan masalah, dan representasi.[2] Begitu pentingnya keilmuan matematika ini dipelajari mengingat manfaatnya begitu banyak bagi kita.
Daring Matematika; Efektifitas Pembelajaran Selama Pandemi Masih Berlangsung
Pembelajaran daring ialah sebuah pembelajaran yang dilakukan secara jarak jauh berbantuan media internet dan perangkat bantu lainnya seperti telepon seluler, laptop dan komputer.[3]
Dewasa kini, karena pandemi korona masih saja terus menghantui setiap orang dalam beraktivitas dan berkegiatan di luar rumah, maka akibatnya proses belajar mengajar atau pembelajaran pun yang biasanya dilaksakan di dalam kelas, harus dilaksanakan dirumah masing-masing melalui media virtual. Sehingga, menjadikan peserta didik dan pendidik untuk lebih bekerja keras memperoleh tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Terutama dalam pembelajaran matematika. Yang pada umumnya, siswa merasa kesulitan untuk menerima materi dan menemukan pemecahan dari masalah yang diberikan.[4]
Oleh karena terjadi pergeseran cara dan tehnik belajar diluar dari kebiasaan pada umumnya yang biasa orang-orang lakukan di tahun-tahun lalu, maka dibutuhkan indikator dan seberapa jauh target capaian pembelajaran terutama pada ilmu matematika di tengah wabah yang tak kunjung selesai ini. Dan mengingat waktu yang terus berjalan dan tidak bisa di putar ulang. Dampak buruknya, jika sampai 3 tahun atau lebih pandemi ini terus berlangsung nantinya bukankah memungkinkan ada jenjang pendidikan yang hilang? Misal anak usia pra sekolah tidak terasa sudah kelas 3 SD, bagi yang sudah kelas 3 SD tidak terasa sudah naik kelas 6 SD dan menghadapi kelulusannya, yang sudah kelas 6, bagi pelajar SMP tidak terasa sudah mau akan menghadapi kelulusannya, dan bagi yang baru masuk SMA tidak terasa sudah mau lulus saja. Jangan sampai kemudian sekolah hanya menjadi formalitas belaka demi mendapatkan sebuah ijazah kelulusan.
Pembelajaran Tatap Muka ; Antara Penerapan Prokes yang Ketat atau Kembali Lagi ke Online
Menurut Husamah (2015) bahwa secara umum, pembelajaran tatap muka memiliki berbagai kelebihan terhadap pengajar maupun peserta didik, antara lain:
- Disiplin formal yang diterapkan pada pembelajaran tatap muka dapat membentuk disiplin mental;
- Memudahkan pemberian penguatan (reinforcement) dengan segera;
- Memudahkan proses penilaian oleh pengajar;
- Menjadi wahana belajar berinteraksi terhadap peserta didik.
- Kelebihan lainnya yaitu kemampuan sosialisasi antara dosen/tutor dengan mahasiswa, maupun antar sesama teman.
Meskipun cara pembelajaran ini masih dianggap efektif, namun karena mengingat keadaan masih di musim pandemi maka pemerintah dalam sebuah peraturannya terus mengingatkan untuk selalu mematuhi prokes dan sejumlah aturan-aturan yang dibuat dan dikeluarkan. Dengan melihat sejumlah fenomena dan kenampakan dinamika belajar tatap muka yang terjadi ditengah kita dengan cara belajar tatap muka ini kelihatannya masih menjadi wacana yang debateable.
Maka apakah perlu kembali ke sistem daring?
Sebenarnya, PR terbesar dan tantangan bagi setiap guru adalah agar tetap dapat menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, menarik dan aktif. Walaupun pembelajaran dilaksanakan jarak jauh atau daring, guru harus mampu meningkatkan keaktifan siswa. Keaktifan siswa dapat tercipta melalui penerapan media pembelajaran yang menarik.[5] Seperti pembuatan matematika e-learning (daring) yang menerapkan pembelajaran e-learning yang menarik, efektif dan menyenangkan.[6]
Dalam sebuah jurnal ilmiah dikatakan bagaimana guru dapat mengembangkan kreatifitasnya dalam mengajar dikelas secara virtual namun tetap bermakna kepada siswa. Proses pembelajaran yang dilakukan harus benar-benar berkesan untuk siswa sehingga siswa lebih mudah untuk memahami materi yang disajikan oleh guru. Berbagi peran antar guru dan orang tua agar siswa tetap dapat belajar dengan baik, benar dan tidak bosan di masa ini karena hal yang paling menghawatirkan adalah kebosanan yang melanda siswa ketika pembelajaran secara virtual dilakukan oleh guru. [7]
Selain sistem pembelajaran dilaksanakan secara daring, guru dapat memberikan video berupa materi pembelajaran dengan menggunakan aplikasi whatsapp, guru juga bisa memberikan berupa lembar kerja siswa (LKS) yang dimana orang tua siswa akan mengambilnya di sekolah dengan di kontrol para petugas sekolah untuk menerapkan protokol kesehatan ketat. Demikian yang dilakukan dalam sebuah penelitian tindakan kelas dilakukan dan diperoleh teori siklus dimana penelitian tersebut menemukan dua siklus dimana tiap siklus dibagi menjadi dua kali pertemuan dimana pertemuan 1 tatap muka secara daring dengan guru, pertemuan 2 dilakukan secara luring dengan memberikan lembar kerja kepada siswa dan ada tugas yang harus diawasi oleh orang tua siswa.[8] Pada tiap akhir siklus dilakukan evaluasi untuk mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran yang dilakukan tiap siklusnya. Setelah dianggap telah mencapai kriteria ketuntanasan minumum maka siklus dianggap selesai dan tidak perlu melanjutkan ke siklus selanjutnya, akan tetapi jika memang belum mencapai sarat ketuntasan minimal maka harus dilakukan siklus seterusnya sampai kriteria keberhasilan pembelajaran tercapai.
Konsep skema Arikunto, S., Suhardjono, & Supardi. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. |
Mencari Solusi Bersama Atas Kesulitan Belajar Matematika
Sebab kesulitan belajar matematika dimasa pandemi pada umumnya yaitu:
- Terbatasnya ruang interaksi dengan guru.
- Banyaknya rumus yang digunakan.
- Objek yang dipelajari dalam matematika memiliki pola abstrak.[9]
- Kesulitan tehnis karena sinyal/ jaringan internet/ wifi/ kuota untuk belajar dan perangkat pendukung.[10]
- Sulit beradaptasi dengan perkembangan teknologi pendukung pembelajaran.
- Keterbatasan infrastruktur penunjang pembelajaran dimasa Pandemi.
Namun faktor utama dibandingkan dengan faktor yang lain penyebab kesulitan belajar matematika adalah pelajaran matematika tidak tampak kaitannya dengan kehidupan sehari-hari atau pola abstrak, berikut cara penyajian pelajaran matematika yang monoton dari konsep abstrak menuju ke kongkrit, tidak membuat anak senang belajar.[11] Sedangkan faktor yang lain adalah faktor tehnis yang bisa dicarikan solusi secara teknis pula.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Alwan Fauzy dan Puji Nurfauziah ditemukan data di sebuah institusi pendidikan di SMP Muslimin Cililin ditemukan hasil bahwa Matematika masih dianggap sulit dan menjadi mata pelajaran yang tidak banyak dipilih oleh siswa selama menjalani belajar daring. Dengan perincian prosentase sebagai berikut Bahasa Indonesia 3,8%, Bahasa Inggris 22,6%, Bahasa Sunda 3,8%, IPA 9,4%, IPS 3,8%, dan Matematika 52,8%. Dan dari angket yang diberikan dengan pertanyaan “Apakah kamu paham ketika pembelajaran matematika daring?”. Maka diperolehlah data sebagai berikut : Tidak paham 27,5%, Cukup paham 15,7%, Kurang paham 51%, Sangat paham 0% dan Paham 5,8%.[12]
Terhadap sampel data yang diperoleh diatas maka diperlukan inovasi besar untuk merubah cara pandang lama menuju cara pandang baru dalam belajar agar prosentase siswa. dalam menyukai keilmuan matematika dapat meningkat prosentasenya. Misalkan berinovasi dengan cara menggunakan metode pendekatan memahami Matematika di Era New Normal sebagai berikut:
1. Matematika Realistik
Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik daripada yang lalu. Yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau kongret yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-hari.[13]
Misal siswa diberikan pengertian bagian-bagian dari lingkaran dengan menggunakan alat peraga berupa roda sepeda dimana memang biasanya siswa memilki sepeda sebagai alat tarnsportasi mereka. Bagian-bagian lingkaran apa yang disebut jari-jari dan apa yang disebut diameter dan menjelaskan bagaimana rumus dari luas dan keliling lingkaran.[14] Mengingat dimasa pandemi dan mengharuskan siswa bersekolah didalam rumah, maka matematika realistik disajikan dalam bentuk e-learning melalui media-media pembelajaran yang futuristik. Misalnya pembuatan alat peraga digital roda sepeda menggunakan animasi bergerak, atau design 3D dengan Sketchup atau Autocad atau dengan membuatkan sebuah aplikasi khusus yang bisa diakses dari rumah untuk memudahkan siswa memahami matematika yang sedang siswa pelajari.
2. Blended Learning
Menurut Harding, Kaczynski dan Wood (2005), blended learning merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran tradisonal tatap muka dan pembelajaran jarak jauh yang menggunakan sumber belajar online (terutama yang berbasis web) dan beragam pilihan komunikasi yang dapat digunakan oleh pendidik dan peserta didik. Thorne (2013) mendefinisikan blended learning sebagai campuran dari teknologi elearning dan multimedia, seperti video streaming, virtual class, animasi teks online yang dikombinasikan dengan bentuk-bentuk tradisional pelatihan di kelas. Heinze A dan Procter C, (2010) menyatakan bahwa blended learning adalah campuran dari berbagai strategi pembelajaran dan metode penyampaian yang akan mengoptimalkan pengalaman belajar bagi penggunanya. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa blended learning adalah pembelajaran yang mengkombinasikan antara tatap muka (pembelajaran secara konvensional: dengan metode ceramah, penuguasan, tanya jawab dan demontrasi), dan pembelajaran secara online dengan memanfaatkan berbagai macam media dan teknologi untuk mendukung belajar mandiri dan memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik. Blended Learning merupakan proses pembelajaran yang memanfaatkan berbagai macam pendekatan. Pendekatan yang dilakukan dapat memanfaatkan berbagai macam media dan teknologi. Pembelajaran berlangsung secara konvensional (tatap muka), mandiri, dan mandiri via online. Bahan belajar mandiri secara offline disiapkan dalam bentuk digital, seperti dalam bentuk CD, MP3, DVD, dll, sedangkan bahan belajar mandiri secara online disiapkan dalam bentuk Mailing List, Social Media, Learning Management Systems (LMS) dan lain sebagainya.[15]
Marsh dan Drexler dalam Lin, Tseng, & Chiang (2017) Blended Learning merupakan metode pembelajaran yang mewakili era digital karena terintegrasi dengan internet. Metode Blended Learning sangat mendukung dalam kondisi pandemik covid-19, tetap melakukan pembelajaran dengan mematuhi social distencing. Dengan tidak dilakukannya pembelajaran secara langsung, Blended Learning pun memiliki kelebihan yang perlu diperhatikan. Metode Blended Learning memiliki banyak keunggulan diantaranya meningkatkan proses pengontrolan pada siswa, mengurangi gangguan yang biasanya terjadi di kelas atau ruang kuliah, mempermudah pengelolaan tugas serta dapat meningkatkan kinerja siswa (Borba, Askar, Engelbrecht, Gadanidis, Llinares, & Aguilar, (2016).
Blended learning merupakan pembelajaran yang didukung oleh kombinasi efektif dari cara penyampaian, cara mengajar dan gaya pembelajaran yang berbeda. Artinya, pembelajaran di sekolah tidak hanya dilakukan dengan satu metode saja, melainkan terdiri dari beberapa metode yang digabungkan untuk mencapai hasil belajar yang lebih maksimal. Dalam hal penyampaian materi misalnya, terdapat lebih dari satu metode yang bisa dipakai, seperti halnya penggunaan perangkat lunak, website, dan sebagainya. Sedangkan dalam aktivitas belajar dapat dilihat pada kombinasi antara belajar secara tatap muka di ruang kelas, belajar secara virtual atau dalam jaringan, dan pembelajaran mandiri. Dengan sifatnya yang efisien dan fleksibel, kegiatan pembelajaran dilakukan secara online dan dibarengi dengan pertemuan langsung. Kegiatan belajar mengajar yang diadakan dengan mempertemukan guru dan murid secara face to face diperlukan untuk memenuhi hal-hal yang tidak dapat terjadi melalui kelas virtual/ online. Salah satunya adalah interaksi sosial yang terbangun antara guru dengan guru, guru dengan murid, dan juga murid dengan murid. Hubungan sosial yang terajut dengan baik akan membentuk keterikatan sosial di antara satu sama lain yang mendukung proses pembelajaran.[16]
Demikian di akhir tulisan kami sampaikan terima kasih atas kunjungan bacanya disini dan semoga bermanfaat bagi para pembaca.
[1] Lamote, H. (2017). Kesulitan-kesulitan Guru Matematika Dalam Melaksanakan Pembelajaran Kurikulum 2013 di Madrasah Aliyah DDI Labibia. Jurnal Al-Ta’dib, 10(1), 55–72.
[2] Afgani D., Jarnawi. (2011). Materi Pokok Analisis Kurikulum Matematika. Universitas Terbuka, Jakarta
[3]
Putria, H., Maula, L. H., & Uswatun, D. A. (2020). Analisis Proses
Pembelajaran Dalam Jaringan
(DARING) Masa Pandemi COVID-19 pada Guru Sekolah Dasar. JURNAL BASICEDU,
4(4),
861–872. https://doi.org/10.31004/basicedu.v4i4.460
[4] Santoso, B (2020). Prosach: Sebagai Acuan Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Platform Digital Di Masa Pandemik Covid-19. Linear: Jurnal of Mathematics Education, 57-63. http://e-journal.metrouniv.ac.id/index.php/linear/article/view/2224
[5] Nurhayati, E. (2020). Meningkatkan Keaktifan Siswa Dalam Pembelajaran Daring Melalui Media Game Edukasi Quiziz pada Masa Pencegahan Penyebaran Covid-19. Jurnal Paedagogy: Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan, 7(3), 145–150.
[6] Utami, Y. P., & Cahyono, D. A. D. (2020). Study At Home: Analisis Kesulitan Belajar Matematika Pada Proses Pembelajaran Daring. Jurnal Ilmiah Matematika Realistik(JI-MR), 1(1), 20–26.
[7]
Shinta Dwi Handayani, S. D., &
Irawan, A. (2020). Pembelajaran matematika di masa
pandemic covid-19 berdasarkan pendekatan matematika realistik. Jurnal Math Educator Nusantara: Wahana
Publikasi Karya Tulis Ilmiah Di Bidang Pendidikan
Matematika, 6(2), 181. https://doi.org/10.29407/jmen.v6i2.14813
[8] Ibid.
[9] Alwan Fauzy & Puji Nurfauziah. (2021). Kesulitan Pembelajaran Daring Matematika pada Masa Pandemi Covid-19 di SMP Muslimin Cililin, Jurnal Cendekia: Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 05, No. 01, Maret 2021, pp. 551-561, hlm. 557
[10] Handayani, L. (2020). Keuntungan , Kendala dan Solusi Pembelajaran Online Selama Pandemi Covid-19 : Studi Ekploratif di SMPN 3 Bae Kudus. Journal Industrial Engineering & Management Research (JIEMAR), 1(Juli), 15–23. Retrieved from https://www.jiemar.org/index.php/jiemar/article/view/36/24 senada dengan pendapat (Kusumaningrum & Wijayanto, 2020) dalam sebuah jurnal dengan judul “Apakah Pembelajaran Matematika Secara Daring Efektif? (Studi Kasus pada Pembelajaran Selama Masa Pandemi Covid-19).” Kreano, Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif, 11(2), 136–142. From https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kreano/article/view/25029
[11] Misdalina, Zulkardi, & Purwoko. (2009). Pengembangan materi integral untuk sekolah menengah atas (SMA) menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik indonesia (PMRI) di palembang. Jurnal Pendidikan Matematika, 3(1), 61–74.
[12] Alwan Fauzy & Puji Nurfauziah. (2021). Kesulitan Pembelajaran Daring Matematika pada Masa Pandemi Covid-19 di SMP Muslimin Cililin, Jurnal Cendekia: Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 05, No. 01, Maret 2021, pp. 551-561, hlm. 557
[13] Soviawati, E. (2011). Pendekatan matematika realistik (PMR) untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa di tingkat sekolah dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan, Edisi Khus(2), 79–85.
[14] Shinta Dwi Handayani, S. D., & Irawan, A. (2020). Pembelajaran matematika di masa pandemic covid-19 berdasarkan pendekatan matematika realistik. Jurnal Math Educator Nusantara: Wahana Publikasi Karya Tulis Ilmiah Di Bidang Pendidikan Matematika, 6(2), 179-189. https://doi.org/10.29407/jmen.v6i2.14813
[15] http://smpn1badegan.sch.id/index.php?id=artikel&kode=31
[16] Shinta Dwi Handayani, S. D., & Irawan, A. (2020). Pembelajaran matematika di masa pandemic covid-19 berdasarkan pendekatan matematika realistik. Jurnal Math Educator Nusantara: Wahana Publikasi Karya Tulis Ilmiah Di Bidang Pendidikan Matematika, 6(2), 179-189. https://doi.org/10.29407/jmen.v6i2.14813